Senin, 27 Juli 2009

DNA merpati....pigeon DNA


1. Salah satu dari 10 prinsip kuno (Old Man Principles) yg sampai saat ini masih tetap dipegang berhubungan dengan kandang adalah "keep your birds at minimum level". Kalau diartikan kira2 peliharalah burung sesedikit mungkin. Jadi ukuran kandang tentu harus disesuaikan dengan jumlah burung. Berapa jumlah burung yg kita pelihara tentu juga tergantung dari kemampuan kita masing-masing. Sebagai ancer2 setiap 1 M2 kandang idealnya untuk 3 burung. Tapi kalau burung kita tidak diumbar di dalam kandang, mungkin bisa lebih dari 3 ekor. Selain itu juga tergantung sistem pemeliharaan, misalnya pake sistem box. Yang terpenting kandang jangan terlalu padat. Jumlah burung yg tidak terlalu banyak akan membawa banyak keuntungan antara lain, burung tidak stress, mudah mengawasi kalau ada burung yg kurang sehat, mengurangi kemungkinan penularan penyakit, lebih ringan menjaga kebersihan kandang, dll. 2. Karena tingkat kelembaban di negara kita sangat tinggi, maka kandang harus mempunyai sirkulasi udara yg bagus dan sinar matahari bisa masuk. Tempat yg lembab merupakan media berkembangnya berbagai bakteri patogen. Selain itu bakteri tertentu seperti streptococcus berkeliaran diudara yg pengap. Jadi jangan sampai kandang kita lembab dan pengap karena kurang ventilasi. Kalau lokasi kandang tidak memungkinkan dapat sinar mata hari, maka sebagian atap kandang sebaiknya terbuat dari bahan fibre. Pegupon juga harus mempunyai ventilasi udara yg baik. Kalau kita lihat pegupon untuk ternak merpati pos di luar negeri, bentuknya tidak tertutup seperti di tempat kita, tapi bagian depannya terbuka dan hanya ada jeruji saja. Sistem pegupon dmk saya kira ada keuntungannya terutama untuk pegupon ternak yaitu mudah mengawasi kebersihan, sirkulasi bagus, dan juga memudahkan memonitor keadaan piyik yg masih diloloh. 3. Di negara yg udaranya kering, ada sistem kandang yg disebut dgn "deep litter system", yaitu kotoran burung ditumpuk di dalam kandang dan juga pegupon. Maksudnya burung dibiasakan hidup bersama bakteri agar mampu mengembangkan daya ketahanan tubuhnya. Tapi menurut saya sistem ini tdk cocok untuk iklim Indonesia yg lembab. Jadi kandang harus dibersihkan setiap hari. Akan lebih bagus kalau secara rutin dibersihkan dengan disinfektan, karena ada bakteri yg hidup di alam bebas (lantai) bersama kotoran seperti E-Coli dan coccidiosis. 4. Sebaiknya dipisahkan antara burung dewasa dan burung piyek. Burung piyek yg dicampur dengan burung dewasa akan stress karena dikejar-kejar (dipatokin). Oleh karena itu, kalau kita mempunyai beberapa indukan sebaiknya waktu penetasan dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan agar piyiknya bisa ditempatkan dalam 1 kandang tersendiri. Burung yg mengalami stress daya tahan tubuhnya akan drop dan bakteri akan berkembang biak yg akhirnya sakit. Kandang harus bisa memberikan rasa aman dan nyaman buat piyik. Oleh sebab itu kandang piyik ada yg dibuat kotak-kotak kecil menempel pada dinding. Ini maksudnya aga burung tidak bertengkar dan bisa beristirahat dengan tenang. 5. Banyak penyakit (seperti goham dan paratyphoid) yg ditularkan melalui air minum. Kebersihan air minum harus terjaga. Kalau memungkinkan air minum burung tidak tercampur. Kalau ada burung yg memperlihatkan kurang sehat, harus segera dipisah dan dimonitor perkembangannya dan tempat air minumnya juga jangan dicampur. Setiap minggu ada baiknya air minum dicampur dengan cuka apel atau cuka makan biasa yg mempunyai kepekatan 5%. Setiap 2 liter air minum dicampur dengan 1-2 ml cuka. Tujuannya untuk mengendalikan bakteri E-Coli dan Coccidiosis. Saya belum pernah coba, tapi menurut saya bagus kalau seminggu sekali air minum dikasih yogurt atau Yakult sebagai pengganti probiotik. Syukur kalau bisa beli probiotik khusus. Tapi logikanya Yakult bisa pengganti probiotik karena sama-sama mengandung bakteri lactobacillus yang baik untuk pencernakan dan kesehatan lambung. Memang betul banyak yg berpendapat bahwa karakteristik jantan "cenderung" menurun kepada anaknya yg betina dan sebaliknya. Penjelasan ilmiahnya bagaimana saya belum pernah baca. Tapi yg saya tau adalah penurunan gen induk jantan dan betina kepada anak mengikuti hukum hereditas(heredity) yaitu anak mendapatkan 50 % gen nya dari bapak dan 50 % dari ibu. Mengenai gen bapak dan ibu mana yg akan menurun kepada anakanya tergantung dari struktur geno-type bapak dan ibunya. Di sini kita akan berhadapan dengan masalah gen heterozigout vs homozigout dan dominan dan resesif. Coeficient inbreeding anak jantan dan betina sama saja, yaitu sama-sama 25 %. jadi dari segi genetik, sebetulnya anak jantan dan anak betina sama. Masalahnya adalah kita tidak pernah tau bagaimana struktur geno-type dari induk jantan dan betina. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan seleksi anakan yg mempunyai ciri-ciri pheno-typenya seperti indukannya. Dengan proses seleksi ini kita bisa mengumpulkan geno-type dari indukan yg menurun kepada anaknya. Kalau dari ciri-ciri fisik (warna bulu, mata dll), pembelahan kromosom sel telur dan sperma dari indukan kepada anaknya setiap kali terjadi pembuahnan berlangsung secara acak. Bahkan tidak jarang ciri-ciri fisik dari kakek/neneknya yg terbawa oleh induk jantan atau induk betina bisa muncul kembali. Itu sebabnya anakan burung dari indukan yang sama bisa beraneka ragam. Jadi perlu dibedakan penurunan ciri-ciri fisik atau penurunan geno-type?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar